Sekumpulan alumni, sangat sukses dalam karir mereka, berkumpul bersama untuk mengunjungi Profesor universitas mereka. Pembicaraan lambat laun berubah menjadi keluhan tentang stres dalam pekerjaan dan kehidupan. Sang Profesor menawarkan kopi. Dan dia pun pergi ke dapur lalu kembali dengan membawa satu pot besar kopi dan bermacam-macam cangkir: porselen, plastik, kaca, beberapa kelihatan biasa dan beberapa mahal dan menawan. Profesor mempersilakan mereka untuk mengambil sendiri kopi panas itu.
Ketika semua siswa memiliki secangkir kopi di tangan, sang Prof berkata:
“Kalau kalian perhatikan, semua cangkir yang kelihatan bagus dan mahal sudah terambil, meninggalkan yang biasa dan murah. Ketika normal bagi kalian untuk hanya mau menginginkan yang terbaik bagi diri kalian sendiri, itu adalah sumber dari masalah dan stres. Yang kalian inginkan hanyalah kopi, bukan cangkirnya, tapi kalian dengan sadarnya mengambil cangkir-cangkir yang terbaik dan saling melihat cangkir orang lain.”
“Sekarang, jika Hidup adalah kopi, maka pekerjaan, uang, dan posisi dalam masyarakat adalah cangkirnya. Mereka hanyalah alat untuk menahan dan menyimpan Hidup, tapi kualitas Hidup tidaklah berubah. Kadangkala, dengan hanya berkonsentrasi pada cangkirnya, kita gagal untuk menikmati kopi yang ada didalamnya.”
Selamat menikmati kopi; dalam cangkir masing-masing.
Redaksi Dewa Dewi said:
Boleh , dunk nyruput kopi-nya he he he.Salam kenal.
addthe said:
betul juga sih, emang sebetulnya kayak gitu. Tapi kebiasaan kita, refleknya kalau melihat sesuatu berdasar covernya 😛 tapi perumpamaan kopi dan cangkir ini memang perlu dibiasakan juga, thanks atas tulisannya, salam kenal juga 😉
vagrant said:
:Redaksi DewaDewi & Addthe
Salam kenal juga
Gbu