[Macau] Macau, Timur dan Barat yang Saling Jatuh Cinta.

Tag

, , , ,

Perpaduan budaya, di manapun selalu menarik di simak. Ia seumpama monumen yang menjadi saksi bagi nilai-nilai toleransi yang dibangun manusia. Timur dan Barat berjumpa—timur yang kokoh menyangga tata istiadat, Barat yang hadir dengan payung modernisme, barangkali seperti itulah penggambarannya. Mereka berjumpa, menciptakan bangunan-bangunan megah serta mimpi-mimpi indah tentang bagaimana membangun kehidupan bersama di muka bumi.

Benar, mereka berjumpa dan saling jatuh cinta di Macau. Cinta mereka melahirkan kemegahan-kemegahan bangunan gereja, kuil dan klenteng indah aneka rupa. Mereka hadir di sana, menyalami setiap umat yang beribadah; sambil sesekali bertanya penuh harap: “Apakah kalian berjumpa Tuhan dalam keteduhan upacara keagamaan? Kami doakan, kalian mengalami dan menikmati Tuhan yang indah melalui kemegahan arsitektur yang kami lahirkan dari cinta; cinta kami satu sama lain dan terlebih cinta kami kepada Tuhan.”

Di tengah hantaman persoalan yang dipicu oleh perbedaan keyakinan/agama di berbagai belahan dunia, Macau bertahan dalam sikap saling toleransi dan mencintai yang ditampilkan oleh setiap warga dan pengunjung yang datang.

Di tempat lain, cinta mereka juga menjelma menjadi hamparan taman di berbagai penjuru kota. Mereka menanam pohon-pohonnya yang rindang; tentu dulu pohon-pohon itu masih kecil. Pun mereka menanam tetumbuhan bunga yang mereka semai dari negeri-negeri yang sebelumnya mereka lalui dalam petualangan yang luar biasa. Mereka bangun pula penghias taman beserta kolam dan air mancur. Bangunan-bangunan kecil untuk berteduh dan menikmati keindahannya. “Taman Vasco da Gama, Taman Seni, Taman Flora, dan sebagainya kami sediakan bagi kalian para pengunjung. Silakan melepas segala keletihan di sini dan menikmati kebersamaan dengan keluarga dan sahabat, di temani gemericik air mancur. Pagi dan senja di alam terbuka, tidak ada tempat yang lebih melenakan selain di taman-taman kami,” kata mereka seraya menyambut para pengunjung.

“Lalu, itu apa?” tanya seorang pengunjung.
“Ah, itu Lotus Square. Singgahlah pula di sana,” kata mereka sambil tersenyum. “Di sana kami mengabadikan perjumpaan kami. Teratai (Lotus) yang terkembang penuh. Perlambang kemakmuran negeri kami. Juga menjadi pengingat bahwa kami telah kembali kepada dekapan negeri Tiongkok, tanpa harus melepaskan kebersamaan kami satu sama lain.”

Masa-masa sebelum damai yang mereka nikmati merupakan waktu yang panjang dan berat. Perang, berebut kekuasaan dan pengaruh, berebut hasil bumi, dan sebagainya. Namun, mereka berhasil bertahan setelah perjuangan yang melelahkan, tentu saja.

“Di sini pahlawan-pahlawan kami berperang. Membangun benteng penjagaan dan pelindung. Mereka yang membuat perjumpaan kami terus bertahan, memberikan waktu yang cukup bagi kami untuk membangun peradaban.” Benar adanya, benteng-benteng mereka kokoh, bahkan terawat hingga kini. Meriam-meriam tua, entah berapa peluru sudah mereka lontarkan. Menara-menara perkasa, entah berapa kali gempuran menghunjam dan mereka bertahan.

Di dalam benteng-benteng tua, berbagai sentra ekonomi masyarakat terus berkembang. Mulai dari pusat perbelanjaan hingga bisnis makanan. Perpaduan selera dan bahan dasar masakan yang mereka bawa dari negeri asal mereka telah menghasilkan racikan makanan nan eksotis—dengan kata lain sangat lezat. Hasil laut hingga peternakan juga melimpah. Sangat pas bagi siapapun yang ingin memuaskan hasrat kuliner. Tidak semuanya mahal, karena ada juga tempat bagi pelancong dengan pilihan makanan kaki lima dengan rasa tetap bintang lima.

“Silakan, ini beberapa menu kesukaan kami: Udang Chilli Macau, Bebek Peking, Shiu Mai, Pasteis de Nata, dan tidak lupa secangkir teh hangat melengkapi semuanya. Semoga para pengunjung senang berkeliling. Merayakan perjumpaan kami yang indah; merayakan semua hal yang berbeda tetapi ketika berpadu menjadi makin mempesona.”

Saya menyeruput teh hangat itu. Jauh dari sana. Jauh dari mereka. Tetapi ikut menikmati perjumpaan mereka, menikmati jejak keindahan yang ditinggalkan oleh Timur dan Barat.

Mereka berjumpa dan jatuh cinta. Dan, kisah cinta mereka telah memikat rasa ingin tahu orang-orang. Pun aku, Macau!

ScreenShoot_Macau2 ScreenShoot_Macau4

 

ScreenShoot_Macau5

AirAsia Mewujudkan Langkah Kecilku Menjelajah Dunia

Tag

, , , , , ,

A journey of a thousand miles must begin with a single step. – Lao Tzu

Sewaktu masih kuliah, saya ingin punya sepeda motor sendiri. Namun, keinginan itu saya pendam karena saya tahu kondisi ekonomi keluarga. Saya hanya punya iman (langkah) “kecil” dan itu saya wujudkan dengan lebih dulu membuat Surat Izin Mengemudi (SIM). Beberapa tahun kemudian, keinginan saya terwujud. Saya bisa melenggang ke mana saja dengan kendaraan pribadi.

Peristiwa yang mirip dengan itu terjadi beberapa tahun kemudian. Saya punya keinginan untuk bisa pergi ke luar negeri dan setidaknya harus dengan biaya sendiri, alias bukan tugas dinas dan dibiayai perusahaan. Pasti akan beda rasanya. Dan, sebagaimana pengalaman membuat SIM, saya tahu bahwa harus ada langkah “kecil” yang saya ambil. Dan, langkah “kecil” saya kali ini ialah membuat passport. Ya, bagaimana saya bisa diizinkan ke luar negeri kalau saya tidak punya passport? Akhirnya, setelah melewati beberapa proses, passport pun jadi. Biayanya tidak terlalu mahal dan waktunya relatif cepat. Dan saya tahu, masa-masa menunggu kesempatan bisa ke luar negeri-lah yang tentu perlu waktu sangat lama dari sekadar menunggu passport jadi. Dan memang sangat lama.

Saya mengamati cerita beberapa kawan maupun dari berbagai blog tentang pengalaman ke luar negeri. Ya, mereka selalu mengincar tiket promo yang ditawarkan oleh maskapai berbiaya murah seperti AirAsia. Terbang bersama AirAsia bukanlah pengalaman baru bagi saya. Sejak AirAsia melayani penerbangan di Indonesia, saya sudah beberapa kali memanfaatkan jasa maskapai ini untuk bepergian pribadi maupun anggota keluarga, tentu saja rute domestik.

Pada titik ini, AirAsia mengubah hidup saya. Mengapa? Sebab berkat AirAsia, saat itu (ketika saya akan menikah) saya bisa “mendatangkan” beberapa anggota keluarga besar calon istri saya dari Medan (MES) menuju Yogyakarta (JOG) dengan biaya yang begitu murah. Jika menggunakan jasa maskapai lain, bisa dibayangkan berapa biaya yang mesti saya dan istri keluarkan untuk perjalanan Pergi-Pulang anggota keluarga besar? Tidak usah dihitung, karena pasti akan sangat besar. Kami senang, keluarga besar pun sukacita. Sampai disitukah AirAsia mengubah hidup saya?

Aha, saya masih punya impian—ke luar negeri. Menunggu dan menunggu, sampai-sampai saya tak lagi berpikir kapan hal itu akan terwujud (dan juga saya lupa kalau saya sudah punya passport yang sudah saya buat jauh-jauh hari). Sampai suatu saat …

Seorang kawan berburu tiket murah, rute Yogyakarta (JOG) ke Singapura (SIN). Semua bermula dari iseng kemudian ia memberi tahu saya bahwa ada tiket promo. Aha, ini dia. Berkabar dengan istri dan memberitahukan ketersediaan tiket itu. Hanya saja karena waktunya tidak memungkinkan untuk istri juga ikut berangkat, maka saya hanya pergi dengan satu orang kawan. Berburu beberapa saat dan … dapat! Tiket Pergi-Pulang (PP) yang sangat murah (harga promo) dari AirAsia akhirnya sampai di tangan. Fasilitas pembayaran yang mudah dan bahkan pada saat itu tersedia fasilitas cicilan dari bank yang bekerja sama dengan agen perjalanan. Luar biasa! Ya, luar biasa bagi saya. Punya kesempatan perdana ke luar negeri dengan biaya dari kantong sendiri.

Untuk hal apa pun, adalah baik untuk membuat sebuah langkah kecil. Saya menyebutnya “langkah iman” yang memungkinkan hal-hal lain bisa terwujud dalam kemurahan Tuhan—termasuk kesempatan saya bisa ke luar negeri yang menjadi pengalaman mengesankan.

Sebuah langkah kecil (membuat passport) dipadu dengan penawaran tiket promo dari AirAsia adalah kombinasi yang pas untuk mengubah hidupmu—hidup siapapun, termasuk mengubah hidup saya! Banyak negeri menunggu untuk dikunjungi, Kawan! Dan AirAsia memungkinkan kita mewujudkannya.